Jam masih menunjukan pukul 11.00 siang, hari itu terik matahari begitu panas membakar kulit, setelah sehari sebelumnya Makassar diguyur hujan. Tepat setelah shalat Zuhur saya bersiap-siap keluar rumah untuk mengurusi beberapa keperluan dengan “teman”. Seperti biasa kami berangkat dengan Si Black Shadow alias motor Yamaha Vega R kesayanganku yang telah 3 tahun menemaniku.
Kami pun berangkat di bawah sengatan terik matahari. Kami akan menempuh perjalanan sejauh sekitar 10 kilometer untuk sampai ke tempat tujuan.
Dalam waktu 3 jam, semua tempat telah kami datangi. Jam saat itu menunjukkan pukul 15.00 siang. Kami pun melanjutkan perjalanan untuk mencari tempat untuk makan siang. Tapi tiba-tiba di tengah perjalanan, motor serasa sulit dikendalikan, terasa guncangan yang aneh setiap kali motor berjalan. Cek dan ricek, ternyata sesuatu telah terjadi. Suatu hal yang paling dibenci oleh setiap pengendara motor, yaitu ban bocor. Huft apess, itu kedua kalinya ban motorku bocor selama selang satu minggu saja.
Kami pun turun dari motor, dan mencoba melihat sekeliling untuk mencari sebuah benda besar berwarna orange (kompressor) ciri khas tukang tambal ban. Ternyata tidak ada, jadilah kami berjalan menuntun motor untuk terus mencari. Alhamdulillah tidak berapa jauh, benda besar itu menampakkan diri. Kuparkirlah motorku ke tempat yang aman.
Tidak seperti biasanya, ternyata tukang tambal ban-nya seorang ibu setengah baya dengan jilbab besar ditemani oleh putranya yang masih kecil. Hmm…dalam hati sedikit terbesit keraguan akan kemampuan tukang tambal ban yang satu ini, jika yang sering saya jumpai seorang laki-laki usia muda, kini sebaliknya. Dalam kepasrahan kuserahkan motorku kepadanya untuk ditambal.
Pada awalnya, dia kelihatan biasa saja, tapi lama kelamaan saya sedikit terperangah melihat kelihaian tangannya mengutak atik. Dia melepaskan ban luar dengan sangat hati-hati, disusul kemudian ban dalam. Semua dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Tidak seperti kebanyakan tukang tambal ban lainnya, melakukan semua dengan cepat seolah tampak profesional namun tidak memperhatikan baik buruk akibatnya.
Lebih menarik lagi saat ibu ini memasangkan karet penambalnya, tidak hanya satu tapi dua lembar karet penambal sekaligus dipasangkannya. Lagi-lagi tidak seperti tukang tambal ban biasanya yang hanya selembar saja.
Setelah ditambal, dengan teliti diperiksanya ban luar, ibu ini menemukan sebuah besi kecil yang menancap. Dibersihkan dengan maksimal dan dipasang kembali dengan rapi. Dalam pikiran kumencoba mengingat, di tempat lain hanya memeriksa sekenanya saja, tidak dengan teliti. Dibersihkan juga dengan sembrono. Tapi ibu ini kelihatan sangat ikhlas bekerja dibantu oleh anaknya, nampaknya ia sangat mengutamakan kualitas diatas segalanya. Meski cukup lama menunggu dari biasanya, tapi saya sendiri merasa puas akan pelayanan yang dilakukan oleh ibu ini. Andaikata bisa berlangganan tukang tambal ban, saya akan dengan senang hati menyerahan tugas itu kepada ibu dan anak ini.
Pelajaran apa yang bisa dipetik dari kisah nyata di atas?
Yang pertama, “jangan menilai orang dari penampilan luarnya saja” ini terbukti dari pengalaman saya di atas. Dan banyak contoh kejadian yang mengharuskan kita mengenal dulu lebih jauh baru bisa menilai kualitas seseorang.
Kedua, “jangan meremehkan kemampuan orang lain” meski berbeda dengan yang lain bukan berarti kemampuan seseorang tidak lebih baik dari yang lainnya.
Ketiga, “usaha sekecil apapun, kita harus tetap mengutamakan kualitas pelayanan”. Dalam dunia marketing, tidak hanya perbankan saja yang perlu mengutamakan kualitas pelayanan (service excellence), tapi usaha dalam skala apapun harus konsisten dengan itu. Agar customer merasa betah dan loyal terhadap suatu produk.
Dan yang terakhir tidak kalah pentingnya adalah, “keikhlasan dalam bekerja”. Sesungguhnya pekerjaan itu adalah untuk mendapatkan keridhoan Ilahi, maka lakukanlah pekerjaan dengan ikhlas dan mengutamakan kepuasan customer. (DnA)
Sumber :
http://www.just-akmal.com/marketing/marketing-story/belajar-service-excellence-dari-tukang-tambal-ban/
8 Februari 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar